Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI TUBAN
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
4/Pid.Pra/2020/PN Tbn SUSILO HADI UTOMO Kepala Kepolisian R.I Cq. Kapolda Jawa Timur Cq. Kapolres Tuban Cq. Kasatreskrim Resort Tuban Minutasi
Tanggal Pendaftaran Selasa, 20 Okt. 2020
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penetapan tersangka
Nomor Perkara 4/Pid.Pra/2020/PN Tbn
Tanggal Surat Selasa, 20 Okt. 2020
Nomor Surat -
Pemohon
Termohon
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan
  1. DASAR HUKUM PERMOHONAN PRAPERADILAN

 

  1. Bahwa pada hakekatnya Lembaga Praperadilan yang diatur dalam Bab X bagian Kesatu KUHAP dan Bab XII bagian Kesatu KUHAP merupakan sarana untuk mengawasi secara horizontal terhadap penggunaan wewenang aparat penegak hukum (i.c. Penyelidik, Penyidik dan Penuntut Umum). Dalam hal wewenang dilaksanakan secara sewenang-wenang oleh aparat penegak hukum, dengan maksud atau tujuan lain diluar dari ketentuan yang diatur secara tegas dalam KUHAP, maka pengujian atas keabsahan penggunaan wewenang tersebut dilakukan melalui Lembaga Praperadilan, guna menjamin perlindungan atas hak-hak asasi setiap warga Negara Republik Indonesia (ic. Pemohon);
  2. Bahwa menguji keabsahan status Tersangka (ic. Pemohon) adalah untuk menguji keabsahan tindakan penyidik apakah bersesuaian dengan norma atau ketentuan mengenai dasar-dasar penyelidikan dan penyidikan yang termuat di dalam KUHAP, mengingat penetapan status seseorang adalah kunci utama sebagai tindakan selanjutnya aparat penegak hukum (ic. Penyelidik, Penyidik dan Penuntut Umum) berupa upaya paksa, baik berupa penangkapan, pencegahan, penggeledahan, maupun penahanan. Dengan kata lain adanya status “Tersangka” itu menjadi alas hukum aparat penegak hukum (ic. Termohon), untuk melakukan suatu upaya paksa terhadap seseorang yang telah ditetapkan sebagai Tersangka. Artinya, seseorang tidak dapat ditangkap atau ditahan tanpa adanya menyangkut status seseorang itu telah ditetapkan sebagai Tersangka;

 

  1. Bahwa pengujian penetapan Tersangka itu adalah melalui pranata Praperadilan, karena penetapan sebagai Tersangka ini adalah dasar hukum untuk dapat dilakukan upaya paksa terhadap seseorang warga Negara, yang merupakan rangkaian tindakan penyidik dalam proses penyidikan, sehingga pranata hukum yang berwenang menguji dan menilai keabsahan “Penetapan Tersangka” adalah Praperadilan;

 

  1. Bahwa pranata Praperadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 77 s/d Pasal 83 KUHAP harus dimaknai dan diartikan sebagai pranata untuk menguji perbuatan hukum yang akan diikuti upaya paksa oleh penyidik atau penuntut umum, karena pada dasarnya tuntutan Praperadilan adalah untuk menguji sah atau tidaknya perbuatan hukum yang dilakukan oleh penyelidik, penyidik atau penuntut umum di dalam penyelidikan, penyidikan atau penuntutan sebagaimana dimaksud dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 21/PUU-XII/2014, tanggal 28 April 2015;

 

  1. Bahwa dengan memperhatikan pertimbangan hukum Majelis Hakim Konstitusi dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor: 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 yang berbunyi “Oleh karena penetapan Tersangka adalah merupakan bagian dari proses penyidikan yang merupakan perampasan terhadap hak asasi manusia maka seharusnya penetapan Tersangka oleh penyidik merupakan objek yang dapat dimintakan perlindungan melalui ikhtiar hukum pranata praperadilan. Hal tersebut semata-mata untuk melindungi seseorang dari tindakan sewenang-wenang penyidik yang kemungkinan besar dapat terjadi ketika seseorang ditetapkan sebagai Tersangka, padahal dalam prosesnya ternyata ada kekeliruan maka tidak ada pranata lain selain pranata praperadilan yang dapat memeriksa dan memutusnya. Namun demikian, perlindungan terhadap hak Tersangka tidak kemudian diartikan bahwa Tersangka tersebut tidak bersalah dan tidak menggugurkan dugaan adanya tindak pidana, sehingga tetap dapat dilakukan penyidikan kembali sesuai dengan kaidah hukum yang berlaku secara ideal dan benar. Dimasukkannya keabsahan penetapan Tersangka sebagai objek pranata praperadilan adalah agar perlakuan terhadap seseorang dalam proses pidana memperhatikan Tersangka sebagai manusia yang mempunyai harkat, martabat, dan kedudukan yang sama dihadapan hukum. Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, menurut Mahkamah, dalil Pemohon mengenai penetapan Tersangka menjadi objek yang didalili oleh pranata praperadilan adalah beralasan menurut hukum” (Putusan MK hal 105-106), maka cukup alasan hukumnya bagi Pemohon untuk menguji keabsahan penetapan Pemohon sebagai Tersangka melalui Praperadilan;
  2. Bahwa merujuk amar putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor : 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015, yang berbunyi antara lain; “Pasal 77 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai termasuk penetapan Tersangka, penggeledahan, dan penyitaan; Pasal 77 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai termasuk penetapan Tersangka,  penggeledahan, dan penyitaan;”, maka menjadi jelas dan terang bahwa penetapan Tersangka menurut hukum adalah merupakan objek Praperadilan;

 

  1. Bahwa Pemohon telah ditetapkan sebagai Tersangka oleh Termohon berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: SP. Dik/74/VI/ 2020/Satreskrim, tanggal 22 Juni 2020, Surat Perintah Penyidikan Nomor: SP. Dik/74.a/VIII/2020/Satreskrim, tanggal 19 Agustus 2020, Surat Penetapan Nomor: S.Tap/27/VIII/2020/Satreskrim, tanggal 19 Agustus 2020, Surat Panggilan Nomor: S.Pgl/269/VIII/2020/Satreskrim, tanggal 19 Agustus 2020, Surat Perintah Penyidikan Nomor: SP. Dik/74.b/X/2020/Satreskrim, tanggal 12 Oktober 2020, Surat Panggilan Nomor: S.Pgl/317/X/2020/Satreskrim, tanggal 13 Oktober 2020, atas nama SUSILO HADI UTOMO (Pemohon);

 

  1. Bahwa berdasarkan uraian-uraian di atas, sangatlah beralasan hukum dan cukup alasan hukumnya Praperadilan ini diajukan oleh Pemohon kehadapan Hakim dalam persidangan, sebab yang dimohonkan oleh Pemohon untuk diuji Pengadilan adalah status Pemohon sebagai Tersangka yang berakibat hilangnya hak asasi Pemohon akibat tindakan Termohon yang tidak sesuai dengan proses dan prosedur yang ditentukan oleh Kitab Hukum Acara Pidana yang bersumber dari konsep-konsep system peradilan pidana  (criminal justice sytem), oleh karenanya Permohonan Pemohon untuk menguji keabsahan Pemohon sebagai Tersangka oleh Termohon adalah sah menurut hukum;
Pihak Dipublikasikan Ya