Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI TUBAN
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
4/Pid.Pra/2019/PN Tbn 1.BAMBANG KARIYONO
1.TULAMI
2.ENDANG SULISTIYOWATI
3.LILIS SARIYANI
4.SUSILOWATI
5.JAMALLUDIN
1.Kepala Satuan Reserse Kriminal Kasat Reskrim Polres Tuban
2.Kepala Kepolisian Negara R.I. Resort Tuban
3.Kepala Kepolisian Negara R.I. Daerah Jawa Timur
4.Kepala Kepolisian Negara R.I.
Minutasi
Tanggal Pendaftaran Kamis, 05 Des. 2019
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penghentian penyidikan
Nomor Perkara 4/Pid.Pra/2019/PN Tbn
Tanggal Surat Kamis, 05 Des. 2019
Nomor Surat -----
Pemohon
Termohon
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan

Dengan ini mohon pemeriksaan Pra Peradilan, sehubungan dengan Penghentian Penyidikan dengan alasan Perkara Yang Disangkakan Kepada Tersangka Tidak Cukup Bukti

 

  1. DASAR HUKUM PERMOHONAN PRA PERADILAN
  1. Bahwa perlu untuk dipahami dan diketahui mengenai sejarah lahirnya lembaga Praperadilan adalah karena terinspirasi oleh prinsip-prinsip yang bersumber dari adanya hak Habeas Corpus dalam sistem peradilan Anglo Saxon, yang memberikan jaminan fundamental terhadap hak azasi manusia khususnya hak kemerdekaan. Yang mana Habeas Corpus Act memberikan hak pada seseorang melalui suatu surat perintah pengadilan menurut pejabat yang melaksanakan hukum pidana formil tersebut agar tidak melanggar hukum atau lebih tegasnya melaksanakan hukum pidana formil tersebut benar-benar sah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, hal ini untuk menjamin bahwa perampasan ataupun pembatasan kemerdekaan terhadap seseorang benar-benar telah memenuhi ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku maupun jaminan hak azasi manusia (HAM);
  2. Bahwa keberadaan lembaga Praperadilan, telah diatur secara tegas dalam Bab X Bagian kesatu KUHAP dan Bab XII Bagian kesatu KUHAP, secara jelas dan tegas dimaksudkan sebagai sarana kontrol atau pengawasan horizontal untuk menguji keabsahan penggunaan wewenang aparat penegak hukum (ic. Penyelidik/ Penyidik maupun Penuntut Umum), sebagai upaya koreksi terhadap penggunaan wewenang apabila dilaksanakan secara sesuka hati dan sewenang-wenang dengan maksud atau tujuan lain diluar dari yang sudah ditentukan secara tegas didalam KUHAP, guna menjamin perlindungan terhadap hak asasi setiap orang termasuk dalam hal ini adalah Para Pemohon;
  3. Bahwa dalam praktek peradilan, hakim telah sering melakukan penemuan hukum terkait Penghentian penyidikan tidak sah, antara lain dalam perkara Nomor: 38/Pra.pid/2016/PN.MDN tertanggal 18 Mei 2016, Nomor perkara: 03/Pid.Prap/2013/PN.Dps. dan banyak putusan lain yang telah menerima dan mengabulkan permohonan Praperadilan dengan menyatakan antara lain “Penghentian penyidikan tidak sah”;
  4. Bahwa selanjutnya dan harus dipahami tujuan Praperadilan seperti yang tersirat dalam penjelasan Pasal 80 KUHAP adalah untuk menegakkan hukum, keadilan, kebenaran melalui sarana pengawasan horizontal, sehingga esensi dari Praperadilan adalah untuk mengawasi tindakan atau upaya paksa yang dilakukan oleh penyidik atau penuntut umum benar-benar dilaksanakan sesuai dengan ketentuan undang-undang, dilakukan secara profesional dan bukan tindakan yang bertentangan dengan hukum sebagaimana diatur dalam KUHAP dan perundang-undangan lainnya;
  5. Bahwa apabila kita melihat pendapat S. Tanusubroto, yang menyatakan bahwa keberadaan lembaga Praperadilan sebenarnya memberikan peringatan:
    1. Agar penegak hukum harus hati-hati dalam melakukan tindakan hukumnya dan setiap tindakan hukum harus didasarkan kepada ketentuan hukum yang berlaku, dalam arti ia harus mampu menahan diri serta menjauhkan diri dari tindakan sewenang-wenang.
    2. Ganti rugi dan rehabilitasi merupakan upaya untuk melindungi warga negara yang diduga melakukan kejahatan yang ternyata tanpa didukung dengan bukti-bukti yang meyakinkan sebagai akibat dari sikap dan perlakuan penegak hukum yang tidak mengindahkan prinsip hak-hak asasi manusia.
    3. Hakim dalam menentukan ganti kerugian harus memperhitungkan dan mempertimbangkan dengan seksama, baik untuk kepentingan orang yang dirugikan maupun dari sudut kemampuan finansial pemerintah dalam memenuhi dan melaksanakan putusan hukum ini.
    4. Dengan Rehabilitasi berarti orang itu telah dipulihkan haknya sesuai dengan keadaan semula yang diduga telah melakukan kejahatan.
    5. Kejujuran yang menjiwai KUHAP harus diimbangi dengan integritas dan dedikasi dari aparat penegak hukum, karena tanpa adanya keseimbangan itu semuanya akan sia-sia belaka. Selain itu menurut pendapat Indriyanto Seno Adji bahwa KUHAP menerapkan lembaga Praperadilan untuk melindungi seseorang dalam pemeriksaan pendahuluan terhadap tindakan-tindakan kepolisian dan atau kejaksaan (termasuk Para Termohon sebagai salah satu institusi yang juga berhak menyidik) yang melanggar hukum dan merugikan seseorang (Incasu Para Pemohon), dimana lembaga Praperadilan ini berfungsi sebagai lembaga pengawas terhadap hal-hal yang dilaksanakan oleh pejabat penyidik dalam batasan tertentu;
  6. Bahwa apa yang diuraikan diatas, yaitu Lembaga Praperadilan sebagai upaya pengawasan penggunaan wewenang guna menjamin perlindungan Hak Asasi Manusia, telah dituangkan secara tegas dalam Konsiderans Menimbang huruf (a) dan (c) KUHAP dengan sendirinya menjadi spirit atau ruh atau jiwanya KUHAP, yang berbunyi :
    1. “Bahwa negara Indonesia adalah negara hukum berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang menjunjung tinggi hak asasi manusia serta yang menjamin segala warga negara bersamaan kedudukannya didalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.”
    2. “Bahwa pembangunan hukum nasional yang demikian itu dibidang hukum acara pidana adalah agar masyarakat menghayati hak dan kewajibannya dan untuk meningkatkan pembinaan sikap para pelaksana penegak hukum sesuai dengan fungsi dan wewenang masing-masing ke arah tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia, ketertiban serta kepastian hukum demi terselenggaranya negara hukum sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945.” Juga ditegaskan kembali dalam penjelasan umum KUHAP, tepatnya pada angka 2 paragraf ke- 6 yang berbunyi : “Pembangunan yang sedemikian itu dibidang hukum acara pidana bertujuan, agar masyarakat dapat menghayati hak dan kewajibannya dan agar dapat dicapai serta ditingkatkan pembinaan sikap para pelaksana penegak hukum sesuai dengan fungsi dan wewenang masing-masing kearah tegak mantabnya hukum, keadilan, dan perlindungan yang merupakan pengayoman terhadap keluhuran harkat serta martabat manusia, ketertiban, dan kepastian hukum demi tegaknya Republik Indonesia sebagai Negara Hukum sesuai dengan pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945”;
  7. Bahwa dalam hal ini, peranan Hakim untuk menemukan hukum memperoleh tempat yang seluas-luasnya. Hal ini secara tegas dan jelas telah diamanatkan dalam Pasal 10 ayat (1) dan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang berbunyi sebagai berikut: Pasal 10 ayat (1): “Pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili,dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib memeriksa dan menggalinya.” Pasal 5 ayat (1) : “Hakim dan Hakim Konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilain hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat”;
  8. Dengan demikian mengacu kepada ruh atau asas fundamental KUHAP (perlindungan hak asasi manusia) Jo. Ketentuan Pasal 17 Undang-Undang HAM Jo.pasal 2 angka 3 huruf a dan ICCPR yang telah diratifikasi melalui Undang-Undang Kovenan Internasional, maka pengujian atas keabsahan penggunaan wewenang Aparatur Negara dalam Melaksanakan KUHAP melalui lembaga Praperadilan telah secara sah mengalami perluasan sistematis (de systematische interpretatie) termasuk meliputi penggunaan wewenang penyidik yang bersifat mengurangi atau membatasi hak seseorang seperti diantaranya melakukan penghentian penyidikan secara tidak sah dan tidak berdasarkan hukum, sebagaimana pengujian wewenang yang ditentukan dalam Pasal 77 KUHAP yaitu (a) Sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan; dan (b)ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seseorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan;
Pihak Dipublikasikan Ya